WAJAH BARU INDONESIA : STRATEGI MERUBAH ‘DAPUR’ MENJADI ‘TERAS’ BERSAMA KORINDO Tema : “Membangun Daerah 3 T (Terdepan, Terluar, Tertinggal)”
Layaknya sebuah rumah pada umumnya, teras merupakan bagian depan yang
berfungsi menyambut tamu. Dengan demikian, bagian depan rumah tersebut dihias
ataupun diatur sedemikian rupa sehingga menjadi indah di pandang. Ibarat sosok
manusia, teras disimbolkan sebagai wajah, yang pertama sekali dipandang oleh
orang ketika sedang bertemu atau bertatap muka. Hal ini pulalah yang semestinya
terjadi di suatu wilayah Negara, daerah perbatasan antara satu negara dengan
negara lain harus menjadi ‘teras’ atau beranda yang baik. Seperti yang di catat
dalam artikel yang berjudul “ Bangun Perbatasan Jadi Terasnya Indonesia ” oleh
Korindonews.com, (2018) mengatakan bahwa, kesan daerah perbatasan hendaknya
tercermin sebagai sebuah teras bagi suatu negara yang berfungsi untuk menyambut
tamu. Namun pada kenyataannya tidaklah demikian.
Daerah perbatasan yang seharusnya menjadi teras sebagai penyambut tamu dari
negara lain malah menjadi daerah yang terbelakang seolah sebagai ‘dapur’ sebuah
rumah yang sering disebut sebagai daerah terdepan, terluar, dan tertinggal ( daerah
3 T ).
Apakah penyebab hal
tesebut bisa terjadi? Salah satunya adalah persepektif. Perspektif mengenai
daerah perbatasan kian melekat pada bangsa ini, yaitu sebagai daerah yang
memang terbelakang atau terpinggirkan. Dalam masyarakat umum seakan sudah
terpatri bahwa daerah perbatasan merupakan daerah terpencil, terpelosok dan
terbelakang. Daerah Perbatasan tersebut selama ini dianggap sebagai ‘dapur’
bukan sebagai teras baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Sejalan dengan hal
tersebut dalam bulletin yang berjudul “Dinamika Pembangunan Kawasan Perbatasan
Negara”, Bappenas, (2010), meyatakan bahwa, paradigma pembangunan daerah
perbatasan negara lebih di orientasikan kepada pendekatan keamanan dari pada
kesejahteraan. Oleh sebab itu, wajar
kondisi daerah perbatasan seperti yang kita saksikan saat ini, masih merupakan
daerah terbelakang dengan sarana dan prasarana ekonomi dan sosial yang
memprihatinkan.
Lantas apa yang
dimaksud dengan daerah 3 T (terdepan,
terluar, dan tertinggal)? Daerah 3 T ini
dibagi menjadi 2 ( dua ) kategori, yaitu : ( 1 ) Daerah Tertinggal (2) Daerah
Terdepan dan Terluar (Perbatasan). Menurut Perpres RI No. 131 Tahun 2015 Pasal
1 Ayat 1 mengatakan bahwa “ daerah teringgal merupakan daerah kabupaten yang
wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain
dalam skala nasional”. Pasal 2 menambahkan kriteria ditetapkannya suatu wilayah
sebagai daerah tertinggal yaitu : perekonomian masyarakat, sumber daya manusia,
sarana dan prasarana, kemampuan keuangan daerah, aksesibilitas, dan
karakteristik daerah. Dalam Perpres tersebut juga dipaparkan bahwa terdapat 122
Kabupaten di tanah air yang ditetapkan sebagai daerah tertinggal dengan
Provinsi Papua sebagai provinsi paling tertinggal ( 26 Kabupaten ), disusul Provinsi
Nusa Tenggara Timur ( 18 Kabupaten ) di posisi ke dua.
Namun, beda halnya
dengan daerah terdepan dan terluar (perbatasan). Menurut Peraturan Presiden RI
No. 12 tahun 2010, Tentang Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan, bahwa Kawasan
Perbatasan adalah bagian dari Wilayah Negara yang terletak pada sisi dalam
sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal Batas Wilayah
Negara di darat, Kawasan Perbatasan berada di kecamatan. Data dari Perusahaan
Pengelolaan Dana Pendidikan ( LPDP ) menunjukkan bahwa terdapat 48 kabupaten
yang tergolong ke dalam daerah terdepan dan terluar (perbatasan). Provinsi
Papua tercatat sebagai daerah penyumbang terbesar kawasan perbatasan yaitu
sebanyak 6 kabupaten, disusul Provinsi Kalimantan Barat ( 5 Provinsi ), Nusa
Tenggara Timur ( 5 Provinsi ), Riau ( 5 Provinsi ), dan Kepulauan Riau (5
Provinsi).
Kondisi jalan Perbatasan yang rusak antara Serawak (Malaysia) dan Kalbar Sumber : Doc Bappenas |
Pemerataan Pembangunan Daerah Perbatasan Sebuah Keharusan
Lalu yang menjadi pertanyaannya, bagaimana langkah
untuk mengubah ‘dapur’ menjadi ‘teras’, sehingga daerah 3 T (Terdepan, Terluar,
Tertinggal)” tidak lagi menjadi kawasan terbelakang melainkan menjadi wilayah
yang maju dan sejahtera. Hal pertama yang mesti dilakukan adalah merubah perspektif
atau paradigma pembangunan. Paradigma pembangunan Indonesia di masa lalu adalah
lebih menekankan kepada keamanan kawasan, hal itu harus ditinggalkan dan perlu
ditingkatkan menjadi orientasi kesejahteraan. Oleh sebab itu, perlu adanya
pemerataan pembangunan, sehingga daerah perbatasan dapat berkembang dengan maju.
Pemerataan pembangunan adalah aspek yang sangat
penting bagi suatu negara terkhusus dalam pembangunan fisik dalam hal ini
infrastruktur. Suatu kondisi pembangunan yang tidak merata, akan mengakibatkan
ketimpangan pertumbuhan daerah sehingga ada yang maju dan ada yang terbelakang.
Sebagai contoh negara Indonesia, masih banyak daerah – daerah yang terbelakang
khsususnya di daerah perbatasan dengan negara lain. Hal ini dikarenakan masih
terfokusnya pembangunan di beberapa daerah saja. Kondisi perbatasan yang sangat
tertinggal perkembangannya membuat kondisi yang buruk bagi citra Indonesia
terhadap negara tetangga. Pasalnya daerah perbatasan ini merupakan teras depan
negara Indonesia yang berfungsi menyambut kedatangan penduduk negara lain yang
berkunjung. Namun, yang terjadi malah daerah perbatasan seolah-olah menjadi
‘dapur’ bagi bangsa Indonesia Karena kondisi yang tertinggal tersebut.
Pemerintah Indonesia dewasa ini dibawah kepemimpinan Bapak
Presiden Jokowi perlahan sudah mengubah
arah paradigma pembangunan untuk daerah perbatasan. Dengan program nawacita,
pemerintah terus meningkatkan pembangunan di daeerah perbatasan. Salah satu contoh pembangunan yang telah
dilakukan yaitu di perbatasan antara serawak, Malaysia dengan Provinsi
Kalimantan Barat. Pembangunan di tempat tersebut cukup masiv dilakukan
khususnya terhadap sarana dan prasarana jalan. Sehingga terlihat bahwa akses
jalan di daerah tersebut sudah sangat mulus dan lancar. Dengan adanya
aksesibilitas yang bagus, akan memacu pertumbuhan ekonomi diwilayah tersebut
secara tidak langsung, sehingga akan berdampak terhadap kesejahteraan
masyarakat.
Sumber : doc indovoice.com |
Tidak hanya di wilayah Kalimantan barat saja, daerah
lain di Indonesia juga merasakan dampak pembangunan tersebut. Daerah lain di
Indonesia yang juga merasakannya adalah daerah Papua. Papua yang dahulu dikenal
sebagai daerah paling terbelakang infrastruktur dan perkembangan ekonominya,
perlahan sudah mulai bangkit. Jalan trans papua misalnya, akses yang dahulunya
hanya dapat ditempuh dengan menggunakan helikopter, kini sudah dapat di akses
dengan transportasi darat. Dengan pembangunan tersebut, masyarakat Papua
sedikit tidaknya telah merasakan dampak posistif dari pembangunan tersebut,
walaupun belum signifikan. Hal inilah yang menjadi hasil dari orientasi
kesejahteraan dalam aspek pembangunan.
Sumber : Doc Youtube |
Orientasi pembangunan yang seperti itulah yang sangat
diharapkan bagi rakyat Indonesia. Namun pada kenyataannya, hingga kini masih
banyak daerah yang masih tertinggal khususnya di daerah pedalaman dan
perbatasan. Oleh sebab itu tanggup jawab pembangunan tidak serta merta
dibebankan kepada pemerintah saja, namun masyarakat Indonesia juga harus
mendukung. salah satu bentuk dukungan yang dilakukan oleh masyarakat dalam hal
ini pihak swasta, yaitu yang telah dilakukan oleh KORINDO. KORINDO adalah salah satu Perusahaan
Indonesia yang melakukan perintisan pembangunan di daerah perbatasan. Salah
satu daerah yang dikembangkan oleh Perusahaan ini adalah Kabupaten Boven
Digoel, Papua. Kabupaten ini terletak di perbatasan dengan Papua Nugini. Perusahaan
ini telah melakukan banyak hal di daerah tersebut. Salah satunya adalah
pengembangan industri kehutanan dan kelapa sawit yang ramah lingkungan. Dengan
industri ini KORINDO mampu menyerap tenaga kerja mencapai 10.000 orang sehingga
memperkecil tingkat pengangguran. Bahkan, pembangunan infrastruktur dan pembangunan ekonomi berupa
Pendapatan
Asli Daerah ( PAD
), terkhusus untuk kabupaten Boven Digoel dan Merauke telah berkontribusi mencapai ±60%.
(korindonews.com, 2018)
Klinik Asiki di Kota Asiki, Papua Sumber : Doc Korindo |
KORINDO
juga telah mendirikan fasilitas
pendidikan dan kesehatan. Untuk fasilitas kesehatan Perusahaan ini
telah mendirikan Klinik
Asiki. Klinik tersebut menjadi klinik modern pertama yang
ada di daerah pedalaman. Pada tahun 2007, klinik ini menjadi klinik terbaik di
tingkat provinsi Papua versi BPJS Kesehatan. Klinik Aliski telah menerapkan
program baru yaitu “ mobile service”, sehingga memungkinkan akses dan pelayanan
kesehatan di desa – desa terpencil sekitar perusahaan yang ada di Kabupaten Boven Digoel, Papua. Dalam artikel
KORINDO yang berjudul “ Perubahan untuk Indonesia yang Lebih Baik “, memaparkan bahwa subjek utama program kesehatan ini adalah terhadap Ibu hamil dan
bayi. Hal tersebut yang membuat Para Dokter dan tenaga medis gencar melakukan
penyuluhan kesehatan terhadap
masyarakkat luas khususnya ibu – ibu hamil. Strategi penyuluhan ini
dilakukan di berbagai tempat seperti sekolah, radio, sampai ke pelosok desa.
Kegiatan penyuluhan ini begitu massivnya dilakukan dikarenakan masih banyak
masyarakat Papua yang percaya terhadap pengobatan secara tradisional. (korindonews.com,
2018)
KORINDO
selain mengelola bisnis, namun juga tetap memberdayakan masyarakat di Kabupaten
Boven Digoel.
Pemberdayaan ekonomi berupa pembangunan pasar menjadi saksinya. Dengan adanya
pasar di Kota Asiki, masyarakat dapat terbantu untuk memasarkan hasil pertanian
dan perkebunannya, yang notabene merupakan produk utama masyarakat setempat.
Selain itu, dengan adanya pasar ini, masyarakat juga tidak perlu jauh – jauh ke
Kota Merauke untuk membeli kebutuhan pokoknya. Dan yang paling penting dengan
berdirinya pasar ini, jenis pekerjaan masyarakat setempatpun kian bertambah,
yaitu berprofesi sebagai pedagang. (korindonews.com, 2018)
Kondisi Pasar di Asiki, Papua Sumber :doc tniad.mil.id |
Dengan
adanya pemerataan pembangunan di berbagai wilayah perbatasan di Indonesia, akan
mendorong secara signifikan kemajuan diberbagai bidang kehidupan masyarakat
terkhusus kesejaheraan ekonomi. Ditambah lagi dengan pembangunan infrastruktur
berupa sarana dan prasarana jalan menjadi pendukung utama mobilitas manusia
dalam berbagai bidang seperti ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Dengan
demikian tidak ada lagi kendala untuk
distribusi barang dan jasa.
Akhirnya,
dengan pembangunan infrastruktur jalan, pemerataan pembangunan, dan merubah perspektif pembangunan dari
orientasi pertahanan dan keamanan menuju orientasi pembangunan kesejahteraan
masyarakat, memungkinkan merubah wajah Indonesia menjadi baru atau lebih baik, yang
tidak lagi menjadi ‘dapur’ namun menjadi sebuah teras yang bagus sebagai
penyambut tamu (negara lain). Dengan demikian Indonesia akan menjadi Negara
yang terpandang dan disegani, sehingga negara lain khususnya Negara tetangga
tidak lagi semena – mena mengklaim kedaulatan wilayah Indonesia. Dan yang
terpenting, seluruh masyarakat merasakan keadilan dan kemakmuran yang merata,
sehingga tidak ada kesenjangan pembangunan di berbagai wilayah di Indonesia.
#Salam
adil dan makmur – penulis -
Bappenas.
(2010). “Dinamika Pembangunan Kawasan
Perbatasan Negara”. Bulletin Kawasan Edisi 24
Perusahaan
Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP) tentang Data Daerah 3 T (terdepan, terluar,
dan tertinggal) tahun 2014
Perpres
RI No. 131 Tahun 2015, Tentang Penetapan Daerah Tertinggal.
Peraturan
Presiden RI No. 12 tahun 2010, Tentang Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan.
https://kalbar.antaranews.com/berita/340818/jalan-perbatasan-kapuas-hulu-masih-rusak