Telat banget sih nulis ini, udah tgl 10 2019.
Habis gimana dong, ga sempat, giliran sempat, akunya yang tepar. Ini juga nulisnya sambil rebahan. Tapi tetap aja pengen nulis.

Aku mengakhiri 2018 dengan kegagalan.

Seperti aku pernah ceritakan dulu, aku benar-benar berjuang untuk berdamai dengan diriku di awal tahun 2018. Maksudnya berdamai adalah menerima keadaan diriku sebagai mana aku saat itu. Ada banyak pergumulan. Aku belajar untuk ga khawatir dan terus berjuang stay positif.
Namun aku tumbang di akhir tahun. Menyedihkan.

Kalau katanya hidup itu seperti roda yang berputar kadang diatas kadang dibawah. Kayaknya hidup kami di 2018 kebanyakan di bawah guys. No no. Bukan aku tak bersyukur dengan yang ada, akhirnya aku bisa tidak mengkhawatirkan kehidupanku di rentang awal tahun sampe kira-kira hampir akhir tahun, juga karena aku berusaha untuk menerima semuanya. Yaah aku bisa. Sampai akhirnya aku ga bisa. Aku gagal untuk tidak khawatir.
Aku gagal di puncaknya.

Namun seperti itulah kira-kira kehidupan kami tahun 2018, gagal di puncaknya.
Banyak hal yang kami perjuangkan gagal di puncaknya. Gagal di tahap terakhir. Gagal saat sebenarnya keberhasilan di depan mata. Bukan sekali, bukan dua kali, hampir semua yang kami perjuangkan gagal di akhir.  Sampai akhirnya aku aku kalah di seleksi CPNS. Disusul dengan kegagalan suamiku juga. Yang sebenarnya nyaris menang. Nilai ku hanya kurang 5 poin lagi di TIU ( artinya benar 1 soal auto lulus). Suamiku ikut sampai ke SKB dan gagal juga.
Lha kok gagal CPNS aja sampai segitunya sih? Bukan, ini bukan tentang CPNSnya. Ini tentang kami lelah dengan rentetan kegagalan.
Tentang CPNS, itu hanya sepenggal dari beberapa cerita yang ada.

Aku harus mengakui bahwa aku punya sisi lemah. Setelah aku merefleksikan lagi, kadang aku stres bukan karena masalahnya tapi karena aku stres. Gini - gini. Aku stres karena masalah. Terus aku merasa harusnya aku ga stres, jadinya aku malah stres karena aku stres. Same like, marah karena sesuatu, terus mikir harusnya ga usah marah, dan akhirnya marah ke diri sendiri karena marah. (Cerna dengan baik ya hehehe).
Jadinya complete.

Aku gagal karena sesuatu, kemudian aku merasa harusnya aku tidak gagal, aku tidak terima aku gagal, dan akhirnya aku stres karena diriku sendiri, karena kegagalan itu, bukan karena sesuatunya tadi.
Dan akhirnya jadi lingkaran setan.
Benat-Benar Sampe aku merasa aku butuh didoakan oleh pendeta. Karena aku yang benar-benar jadi frustasi gitu. Dan kami sama-sama mengalami itu, ya aku sangat suamiku. Hanya saja cara kami berbeda.

Lha kok ga nampak sih kalian sedang dalam masalah? Seperti yang pernah aku tulis juga, di status Facebook atau di insta story kalau ga harus kan aku menunjukkan masalah ke semua orang. Dan yang terlihat di media sosial hanyalah sedikit saja dari sisi kehidupan seseorang. Aku lebih memilih menceritakan masalahku ketika aku sudah selesai dengan itu, atau paling tidak seperti saat ini, saat aku sudah menyadari dan dalam tahap menyelesaikannya. Sehingga kemasannya lebih baik dan lebih terasa bermanfaat bagiku dan bagi orang lain tentunya.

Kalau diawal tahun harapan kami tahun 2018 adalah tahun pemulihan, ternyata setelah kami jalani, tahun 2018 lebih cocok menjadi tahun "perjuangan hidup".
Bahkan untuk merajut harapan kembali aku benar-benar harus berjuang.

Saat ini kami masih dalam perjuangan itu sih, dan sedang berusaha untuk bangkit kembali.  Paling tidak harus seperti awal tahun 2018. Hidup dengan berjuang untuk tidak khawatir. Ditengah kesulitan berjuang untuk tetap bersyukur.

Tahun 2018 mengajarkan aku bahwa hidup itu benar-benar harus berjuang, hidup ga semudah apa yang kita bisa pikirkan. Tapi ditengah perjuangan itu, ditengah kesulitan itu, Tuhan tetap bekerja. Kenapa aku bilang gini? Buktinya aku bisa kok mengakhiri tahun dengan masih bisa tersenyum, dengan sukacita sekalipun ada kegagalan. Buktinya meski ngos-ngosan cicilan 2018 terlunasi (LOL). Buktinya aku masih dikasih nafas hidup, dikelilingi orang-orang tersayang. Dan paling penting awal tahun ini aku bisa menulis ini. Menurutku ini salah satu langkah penting untuk aku bisa menjadi lebih baik lagi. Dengan aku sadar akan kegagalanku, aku berjuang lebih lagi kedepannya.

Tahun depan aku mau berjuang untuk mencintai diriku sendiri, menghargai diriku sendiri dan menerima diriku apa adanya. Agar lingkaran setan stres karena stres, marah karena marah yang tadi ga terulang lagi. Paling tidak ketika aku marah aku sadar bahwa aku manusia yang bisa marah, jadi jangan menyalakan diri sendiri karena marah. Dengan menyadari ini, aku bisa fokus ke masalah yang harus dicari solusinya, bukan memperlebar lingkaran setan yang tak ada habisnya.

Tahun 2019 adalah tahun harapan baru.