PEKERJAAN RUMAH TANGGA (BUKAN) PEKERJAAN WANITA [ DAY 21 BPN 30 DAY CHALLENGE 2018]
Dari judulnya ini bisa kena
gampar aku sama banyak orang hahaha.. karena emang kita masih menjujung tinggi
patriarki, dimana pekerjaan rumah tangga hanya pekerjaan perempuan, dan
laki-laki sebagai bosnya yang tukang ngatur sana-sini. Gak bisa ku pungkiri
sih, dulu aku juga berpikir begitu karena emang udah jadi budaya yang
diturunkan dari orangtua dan emang begitulah pola yang dimasyarakat.
Aku mau cerita sedikit tentang
pembagian pekerjaan rumahtangga kami. Jadi awal menikah, aku masih menjunjung
tinggi budaya itu. Aku mau pekerjaan yang dianggap pekerjaan wanita itu ya
dikerjakan oleh wanita. Seperti masak, nyuci kain,nyuci piring, ngepel, dan
nyapu, dan menyetrika. Dulu di lingkungan tempat tinggalku sering sekali
terdengar “ perempuan harus bisa beres-beres nanti dipulangkan suami dan
mertuamu”. Dan itu terpatri dibenakku. Benar saja, setelah menikah rasanya
harga diriku runtuh kalau suamiku masak. Pernah suatu hari yang sangat sibuk, suamiku langsung
ke dapur untuk masak sarapan, dan itu menjadi bahan pertengkaran kami. Bukan,
bukan karena suamiku marah aku tidak masak, tapi karena aku marah suamiku mengambil alih pekerjaanku. Kalian mau ketawa yak karena harusnya aku senang
dibantu? Ya harusnya aku senang, namun yang terjadi adalah aku marah karena aku
merasa harga diriku turun karena pekerjaanku di ambil alih. Suamiku mencoba
menjelaskan bahwa ya gak apa-apa kalau dia masak.
Dari konflik itu kami mulai
berdiskusi tentang pembagian tugas pekerjaan rumah. Benar saja, kalau semuanya
aku kerjakan sendiri dengan posisi kami sama-sama bekerja ya bisa capek sendiri aku. Suamiku adalah pria yang tidak
bossy. Bukan pria yang mau dilayani terus menerus. Jadi, kami memutuskan untuk
menyepakati pembagian tugas-tugas itu. Pembagian itu dibuat berdasarkan
pekerjaan apa yang disukai dan tidak disukai, yang kira-kira bisa dan tidak
bisa dikerjakan, dan waktu pengerjaan karena ini akan disesuaikan dengan jam
kerja dan aktivitas lainnya.
Kalau tentang pekerjaan rumah
yang aku sukai sebenarnya gak ada pekerjaan rumah yang aku benar-benar sukai,
tapi tak ada yang aku akan hindari untuk dikerjai. Aku sejak kecil sudah
terbiasa mandiri untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Dari mulai menyapu,
mengepel, mencuci kain, menyetrika, dll. Semua itu telah aku kerjakan sejak aku
masih SD. Ketika aku masih SD mamak selalu mengajak aku untuk memperhatikannya
memasak, entah itu hanya untuk mengiris bawang atau untuk disuruh-suruh ambil ini dan itu. Tujuannya
agar aku sebagai anak paling besar bisa mandiri dalam mengerjakan pekerjaan
rumah. Makanya aku udah bisa masak (untuk keluarga) sejak aku masih kecil. Mencuci
kain dan kawan-kawannya juga. Ah jiwaku emang jiwa babu sejak kecil hehehe. Makanya
tak heran sejak menikah aku ingin mengerjakan semuanya sendiri juga, dan menjadikan
suamiku tipikel laki-laki yang duduk-duduk santai sambil baca koran wkwkwk
padahal aku salah total.
Oklah
lanjut ya.. btw ini keknya gak tulisan yang per poin-poin gitu ya. Ini cerita
mengalir aja. Jadi siap-siap akan panjang. Hahaha
Kenapa akhirnya kami harus
berbagi pekerjaan rumah?
Ya karena aku dan suami
sama-sama punya kegiatan untuk mencari sesuap nasi dan sebongkah berlian, yang
menghabiskan tenaga dan waktu kami. Jadi diawal nikah itu, aku bangun pagi,
membiarkan suamiku tidur lama, dan aku masak sendiri, nyuci sendiri, beberes rumah
sebelum berangkat kerja, pulang kerja juga begitu. Hasilnya aku kelelahan, dan
mudah emosi, ternyata aku gak sabar juga melihat orang bersantai, tapi
labilnya, kalau dia mengerjakan pekerjaan rumah, aku tersinggung. Sungguh aku
sangatlah labil. Hahaha
Jadi setelah kami memutuskan
untuk melakukan pembagian kerja, hasilnya adalah :
Di
pagi hari, suamiku yang beberes rumah, dari mulai membereskan tempat tidur ( ini
kadang masih aku sih), sampai menyapu rumah dan menyapu halaman. Aku masak. Lalu
kami akan beberes diri dan bersiap-siap bekerja.
Di
sore hari, aku akan membereskan rumah
(lagi), masak makan malam (kalau lauk pagi habis), mencuci piring, kain dll. Bisanya
menyetrika di weekend.
Dan secara keseluruhan kami
akan kerja sama sih, ga paku mati. Misalnya waktu aku nyuci kain, biar cepat,
suami yang jemur. Kadang kalau aku masak makan malam, suami yang nyuci piring. Polanya
ga kaku gitu. Hasilnya aku lebih tenang hahahah
Tapi
itu dulu, waktu aku belum resign
Sekarang setelah resign hampir semua
aku yang kerjakan, tapi suamiku tetap menolong. Gak ada ceritanya 100%
pekerjaan rumah aku yang kerjakan sekalipun aku sudah bekerja dirumah, ya kali
walaupun aku di rumah aja, akukan juga punya aktivitas “nyari uang” di rumah
hahaha
Jadi sekarang...
aku masak, abang suami nyapu
rumah dan halaman, dan ngepel teras, beberes tempat tidur dilimpahkan ke aku. Pekerjaan
lain aku yang kerjakan. Biasanya aku akan kerjakan kegiatan menyuci kain,
piring, dan lain-lain itu di pagi hari, agar siang ke sore aku udah tenang
mengerjakan aktivitas craft dan menulisku. Oia, untuk menyetrika pakaian, itu
adalah tugas pak suami. Ga tahan aku untuk duduk lama-lama menyetrika. Soalnya
kerjaanku lebih banyak duduk, jadi pinggang sakit sekali rasanya kalau
menyetrika. Namun ga paku mati juga sih, kalau misalnya kegiatan suami
benar-benar padat aku akan menyicil setrikaan. Oia, untuk beberes halaman
seperti mencabut rumput, menaman tanaman, dan lain-lain itu ku serahkan
seutuhnya kepada suami, maaf ni maaf, aku emang gak suka sama sekali yang berhubungan
dengan tanam-menanam. Bukan karena apa-apa guys, terserah deh kalau dibilang
kementelan atau gimana, aku takut cacing daqn sejenisnya guys. Geli geli gimana
gitu. Aku takut hahaha.
Intinya sih kami sepakat kalau
pekerjaan apapun dirumah harus di kerjakan dengan kerja sama. Gak ada ceritanya
ngasih jenis kelamin untuk pekerjaan rumah. Gak ada kerjaan cewek dan kerjaan
cowok. Semuanya disesuaikan dan disepakati bersama. Itu kenapa dalam rumah
tanggga perlu saling komunikasi. Semoga saja seterusnya begini.